Insomnia, Si Pengganggu Di Malam Hari



Nama : Angela Rosa Dwi Savina
NIM    : 201801001

Si pengganggu di malam hari ? Apa nih hal pertama yang langsung muncul di bayangan ketika membaca pertanyaan itu.....
Yang pasti jawabannya bukan chat dari temen yang nanya tugas atau bendahara yang ngingetin buat bayar kas yaaa.....
Jawabannya adalah sesuatu yang setiap orang pernah mengalaminya. Hal yang kadang disepelekan, namun jika terjadi selama menerus dapat mengganggu kita.
Dia adalah "INSOMNIA", hal yang setiap orang pernah mengalaminya. Kadang dianggap sepele, namun jika terjadi secara menerus dapat mengganggu.

Tidur adalah suatu kebutuhan dalam hidup manusia yang sangat penting dan bisa mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Apabila siklus tidur yang normal terganggu yang menyebabkan gangguan pada aktivitas sehari-hari, ini disebut sebagai insomnia.

Definisi insomnia adalah keluhan gangguan tidur, sama ada kesulitan dalam memulai tidur atau mempertahankan tidur, dan/atau awal bangun dari tidur. (Ghaddafi, 2010)

Studi epidemiologi menunjukkan pola tidur yang abnormal menandakan rendahnya harapan hidup, dan insomnia sering terjadi bersamaan dengan gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan komorbiditasfisik dan psikologis yang lain. (Karl, 2006)

Banyak usaha telah dilakukan untuk membagitipe insomnia. Salah satu metode adalah berdasarkan pada durasi gejala, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu insomnia kronis dan akut.

Insomnia kronis berlangsung mulai dari 30 hari hingga 6 bulan. Berbeda dengan insomnia akut, insomnia akut selalunya disebabkan oleh lingkungan yang spesifik atau peristiwa sosial, seperti kerja shift, kematian orang yang dicintai, perjalanan lewat udara, kebisingan dan mungkin lebih tepat ditangani dengan menangani stres ini dan menangani insomnia secara langsung (dan sering sebagai profilaksis). Di sisi lain, insomnia kronis mungkin lebih sering dikaitkan dengan gangguan tidur intrinsik, insomnia primer atau kondisi medis dan psikiatris yang kronis dan mungkin membutuhkan evaluasi lebih lanjut (termasuk penilaian kondisi komorbiditas) untuk menentukan pengobatan yang tepat. Namun, perlu ditekankan bahwa hubungan antara durasi tidur, etiologi, dan implikasi dari evaluasi belum juga diselidiki.

Kesulitan tidur lebih sering di kalangan orang usia lanjut dengan cacat pada fisik, depresi, gejala pernapasan dan mereka yang sedang mendapatkan pengobatan anticemas dan barbiturat. Gangguan tidur juga berhubungan dengan gangguan memori dan konsentrasi dan dapat disalahartikan sebagai tanda-tanda demensia di kalangan orang usia lanjut. (Karl, 2006)

PENILAIAN KLINIS
Meskipun studi lebih lanjut diperlukan, bukti menunjukkan bahwa insomnia dapat terjadi bersamaan dengan penyakit psikologis dan fisik, dan tanpa pengobatan, bisa menjadikondisi kronis. Oleh karena itu, intervensi awal dan manajemen, dapat bermanfaat. Namun, proporsi pasien dengan insomnia yang melaporkan insomnia kepada dokter mereka cukup kecil dan para dokter tidak mengevaluasinya dengan benar. Baik pasien dan dokter mungkin tidak mengenali dampak dari sulit tidur dalam fungsi sehari-hari dan resiko kecelakaan serius dan berkembangnnya gangguan psikologis.

Landasan evaluasi untuk insomnia dimulai dengan riwayat menyeluruh dan skrinning komorbiditas, seperti gangguan depresi dan cemas, gangguan pernafasan dan penggunaan zat, dan lainnya. Penggalian riwayat tidur yang mendalam adalah penting untuk mengidentifikasi penyebab insomnia dan harus mencakup hasil dari pengobatan sebelumnya. .Berbagai alat-alat yang berguna dalam mengevaluasi insomnia adalah kuesioner subjektif. Lainnya termasuk log tidur, daftar gejala, tes skrinning psikologis dan wawancara teman tidur.
  1. Pittsburgh Sleep Quality Index adalah kuesioner mengenai tidur yang dapat memberikan informasi yang berguna tentang kualitas tidur, jadwal, dan durasi.
  2. Insomnia Severity Index adalah alat yang sah dan dapat diandalkan untuk mengukur keparahan insomnia, termasuk akibatpada hari berikutnya.
  3. Nocturnal polysomnographydan daytime multiple sleep latency test tidak dianjurkan untuk evaluasi rutin insomnia kecuali gangguan tidur oleh penyebab lain dijangkakan seperti tidur yang berkaitan dengan gangguan pernafasan atau gangguan pergerakan anggota badan berkala.

TERAPI PENDERITA INSOMNIA
Insomnia adalah merupakan suatu gejala, bukan merupakan suatu diagnosis, maka terapi yang diberikan adalah secara simtomatik. Walaupun insomnia merupakan suatu gejala, namun gejala ini bisa menjadi sangat mengganggu aktivitas dan produktivias penderita, terutama penderita dengan usia produktif. Oleh karena itu, penderita berhak mendapatkan terapi yang sewajarnya. Pendekatan terapi pada penderita insomnia ini bisa dengan farmakologi atau non-farmakologi, berdasarkan berat dan perjalanan gejala insomnia itu sendiri. (Kumar, 2007)

F.A.R.M.A.K.O.L.O.G.I
Meresepkan obat-obatan untuk penderita dengan insomnia harus berdasarkan tingkat keparahan gejala di siang hari, dan sering diberikan pada penderita dengan insomnia jangka pendek supaya tidak berlanjut ke insomnia kronis.
Terdapat beberapa pertimbangan dalam memberikan pengobatan insomnia : 
  1. Memiliki 10 10 efek samping yang minimal; 
  2. Mempunyai onset yang cepat dalam mempersingkat proses memulai tidur; dan 
  3. Lama kerja obat tidak mengganggu aktivitas di siang hari.
Obat tidur hanya digunakan dalam waktu yang singkat, yaitu sekitar 2-4 minggu. (Anne, 2000). 

Secara dasarnya, penanganan dengan obat-obatan bisa diklasifikasikan menjadi : 

Benzodiazepine

Kerja obat ini adalah pada resepor γ-aminobutyric acid (GABA) post- synaptic, dimana obat ini meningkatkan efek GABA (menghambat neurotransmitter di CNS) yang memberi efek sedasi, mengantuk, dan melemaskan otot. Beberapa contoh obat dari golongan ini adalah : triazolam, temazepam, dan lorazepam.  (Anne, 2000)

Namun, efek samping yang dari obat golongan ini harus diperhatikan dengan teliti. Efek samping yang paling sering adalah, merasa pusing, hipotensi dan juga distress respirasi. Oleh sebab itu, obat ini harus diberikan secara hati-hati pada penderita yang masalah respirasi kronis seperti penyakit paru obstrutif kronis (PPOK).


Non-benzodiazepine


Zolpidem merupakan salah satu derivate non-benzodiazepine yang banyak digunakan untuk pengobatan jangka pendek. Obat ini bekerja pada reseptor selektif α-1 subunit GABAAreseptor tanpa menimbulkan efek sedasi dan hipnotik tanpa menimbulkan efek anxiolotik, melemaskan otot dan antikonvulsi yang terdapat pada benzodiazepine. Pada clinical trial yang dilakukan, obat ini dapat mempercepat onset tidur dan meningkatkan jumlah waktu tidur dan mengurangi frekuensi terjadinya interupsi sewaktu tidur tanpa menimbulkan efek rebound dan ketergantungan pada penderita. (Erika, 2004)

Zaleplon adalah pilihan lain selain zolpidem, adalah derivat pyrazolopyrimidine. Obat ini mempunyai waktu kerja yang cepat dan sangat pendek yatu 1 jam. Cara kerjanya sama seperti zolpidem yaitu pada reseptor subunit α-1 GABAAreseptor. Efektivitasnya sangat mirip dengan zolpidem, tetapi, pada suatu penelitian, dikatakan obat ini memiliki efek yang lebih superior berbanding zolpidem. Sering menjadi pilihan utama pada penderita dengan usia produktif karena masa kerja obat yang sangat pendek sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. (Petit, 2003)

Miscellaneous sleep promoting agent.

Antihistamin adalah bahan utama dalam obat tidur. dephenydramine citrate, diphenhydramine hydrochloride, dan docylamine succinate adalah tiga derivate yang telah mendapat persetujuan dari FDA. Efek samping dari obat ini adalah pusing, lemas dan mengantuk di siang hari ditemukan hampir pada 10-25% penderita yang mengkonsumsi obat ini. Efikasi dari obat ini dalam penanganan insomnia belum dapat dipastikan dengan signifikan karena penelitian keterkaitan anti-histamine dengan penanganan insomnia belum menemukan bukti yang kuat. (Kumar, 2007)

Antidepresan dengan dosis rendah seperti trazodone, amitriptyline, doxepine, dan mitrazapine sering digunakan pada penderita insomnia 13 13 tanpa gejala depresi. Bukti efektivitas penggunaan antidepresan pada penderita insomnia sangat tidak mencukupi. Namun, obat ini bisa diberikan karena tidak memberikan efek samping dan harga obat ini yang sangat murah. (Kumar, 2007)

Aromaterapi membantu dalam menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif untuk penderita. Aromaterapi yang sering digunakan adalah ekstrak lavender, chamomile dan ylang-ylang, namun belum ada data yang mendukung terapi menggunakan metode aromaterapi. (Kumar, 2007)

Kava-kava, suatu pengobatan alternative yang diesktrak dari akar pohon Polynesian, Piper methysticum sp.Ekstrak ini dipercayai mengandungi zat aktif yang mengeksitasi tingkat selular yang bisa menimulkan efek anxiolitik dan sedatif. Zat ini mempunyai onset yang cepat dan efek mengantuk di siang hari yang minimal. Namun begitu, zat ini dilarang di Eropah karena bersifat hepatotoksik (Kumar, 2007)

N.O.N   F.A.R.M.A.K.O.L.O.G.I
Terapi tanpa obat-obatan medis bisa diterapkan pada insomnia tipe primer maupun sekunder. Banyak peneliti menyarankan terapi tanpa medikamentosa pada penderita insomnia karena tidak memberikan efek samping dan juga memberi kebebasan kepada dokter dan penderita untuk menerapkan terapi sesuai keadaan penderita.

Stimulus Control

Tujuan dari terapi ini adalah membantu penderita menyesuaikan onset 14 14 tidur dengan tempat tidur. Dengan metode ini, onset tidur dapat dapat dipercepat. Malah dalam suatu studi menyatakan bahwa jumlah tidur pada penderita insomnia dapat meningkat 30-40 menit. (Erika, 2004)

Kepatuhan dan motivasi yang harus dilakukan pasien ialah :
  1. Hanya berada ditempat tidur apabila penderita benar-benar kelelahan atau tiba waktu tidur 
  2. Hanya gunakan tempat tidur untuk tidur atau berhungan sexual. Membaca, menonton TV, membuat kerja tidak boleh dilakukan di tempat tidur 
  3. Tinggalkan tempat tidur jika penderita tidak bisa tidur, dan masuk kembali jika penderita sudah merasa ingin tidur kembali 
  4. Bangun pada waktu yang telah ditetapkan setiap pagi Hindari tidur di siang hari 

Sleep Restriction

Dengan metode ini, diharapkan penderita menggunakan tempat tidur hanya waktu tidur dan dapat memperpanjang waktu tidur, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas tidur penderita. Pendekatan ini dilakukan dengan alasan, berada di tempat tidur terlalu lama bisa menyebabkan kualitas tidur terganggu dan terbangun saat tidur. Metode ini memerlukan waktu yang lebih pendek untuk diterapkan pada penderita berbanding metode lain, namun sangat susah untuk memastikan penderita patuh terhadap instruksi yang diberikan. (Petit, 2003)

Protocol sleep restriction seperti di bawah :
  1. Hitung rata-rata total waktu tidur pada penderita. Data didapatkan melalui catatan waktu dan jumlah tidur yang dibuat penderita sekurang-kurangnya 2 minggu
  2. Batasi jam tidur berdasarkan perhitungan jumlah waktu tidur 
  3. Estimasi tidur yang efisien setiap minggu dengan menggunakan 15 15 rumus (jumlah jam tidur/jumlah waktu di tempat tidur x 100) 
  4. Tingkatkan jam tidur 15-20 menit jika efisiensi tidurr > 90%, sebaliknya kurangi 15-20 menit jika < 80%, atau pertahankan jumlah jam tidur jika efisiensi tidur 80-90%
  5. Setiap minggu sesuaikan jumlah tidur berdasarkan perhitungan yang dilakukan 
  6. Jangan tidur kurang dari 5 jam
  7. Tidur di siang hari diperbolehkan, tetapi tidak melebihi 1 jam 
  8. Pada usia lanjut, jumlah jam tidur dikurangi hanya apabila efisiensi tidur kurang dari 75%

Sleep Hygiene
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan merubah cara hidup dan lingkungan penderita dalam rangka meningkatakan kualitas tidur penderita itu sendiri. 

Sleep hygiene yang tidak baik sering menyebabkan insomnia tipe primer. Pada suatu studi mendapatkan, seseorang dengan kualitas buruk biasanya mempunyai kebiasan sleep hygiene yang buruk.  ceria. Terkadang, penderita sering memikirkan dan membawa masalah-masalah ditempat kerja, ekonomi, hubungan kekeluargaan dan lain-lain ke tempat tidur, sehingga mengganggu tidur mereka. (Anne, 2000)

Terdapat beberapa hal yang perlu dihindari dan dilakukan penderita untuk menerapkan sleep hygiene yang baik, seperti dibawah :
  1. Hindari mengkonsumsi alkohol, kafein dan produk nikotin sebelum tidur 
  2. Meminimumkan suasana bising, pencahayaan yang terlalu terang, suhu ruangan yang terlalu dingin atau panas 
  3. Pastikan kamar tidur mempunyai ventilasi yang baik
  4. Menggunakan bantal dan kasur yang nyaman dengan penderita 
  5. Hindari makanan dalam jumlah yang banyak sebelum tidur 
  6. Elakkan membawa pikiran yang bisa mengganggu tidur sewaktu di tempat tidur 
  7. Lakukan senam secara teratur (3-4x/minggu), dan hindari melakukan aktivitas yang berat sebelum tidur

Cognitive Therapy

Pendekatan dengan cognitive therapy adalah suatu metode untuk mengubah pola pikir, pemahaman penderita yang salah tentang sebab dan akibat insomnia. Kebanyakan penderita mengalami cemas ketika hendak tidur dan ketakutan yang berlebihan terhadap kondisi mereka yang sulit tidur. untuk mengatasi hal itu, mereka lebih sering tidur di siang hari dengan tujuan untuk mengganti jumlah tidur yang tidak efisien di malam hari. Namun itu salah, malah memperburuk status insomnia mereka. (Erika, 2004)









DAFTAR PUSTAKA :
Ghaddafi, Muammar. 2010. Tatalaksana Insomnia Dengan Farmakologi Atau Non-Farmakologi. Jurnal Medika Udayana. 
Karl D. The Epidemiology and Diagnosis of Insomnia, AMJ. 2006 ;12 : 14-220
Kumar B, Carlos R, Nancy FS. Advances in Treating insomnia. Cleveland Clinic Journal of Medicine. April : 2007; Vol 74 : 251-265
Anne MMHH, Renee C. Anna L. The Diagnosis and Management of Insomnia in Clinical Practice. CMAJ. 2000 ; 162 : 216-220
Erika N. Susan L. John ED. Treatment of Primary Insomnia. JABFP. June : 2004 ; 17 : 212-218
L Petit. N Azad. Anna B. Non-pharmacological Management of Primary and Secondary Insomnia Among Older People. British geriatric Society. 2003 ; 32 : 19-25

Postingan Populer